Buruh Global – Bersiap Menghadapi Model Kerja Sama Gabungan

Kompas – Sabtu, 5 Mei 2012

Hari Buruh pada awal bulan Mei diperingati di berbagai negara di dunia,
diikuti ratusan ribu orang di masing-masing negara, mulai dari Indonesia
sampai Kuba. Di daratan China, Hari Buruh adalah libur nasional masuk
kategori ”minggu emas” karena libur selama seminggu sama halnya
dengan libur Tahun Baru Imlek.

Sejak Revolusi Industri yang berlangsung selama 100 tahun sejak tahun
1750, posisi kaum buruh terombang antara bentrokan ideologi dan adu
kekuatan politik, menempatkan kelompok pekerja pada lapisan terbawah di
dalam kemajuan industri yang mengubah tatanan pertanian, manufaktur,
pertambangan, transportasi, dan teknologi. 

Celakanya, perjuangan kelas yang dimulai sejak diterbitkannya
”Manifesto Komunis” tahun 1949 oleh Karl Marx ternyata tidak
menghasilkan kemenangan kaum proletariat yang memiliki lambang palu arit
untuk menggulingkan kelompok borjuasi yang menguasai dan memiliki
alat-alat produksi.

Revolusi yang selalu muncul dalam sejarah perjuangan kelas, menurut
Marx, selalu menyebabkan terjadinya restrukturisasi masyarakat, dan
terus berputar karena kaum borjuasi selalu secara konstan melakukan
eksploitasi melalui berbagai revolusi produksi menciptakan
gangguan-gangguan terus-menerus terhadap kondisi sosial.

Francis Fukuyama, penulis buku terkenal The End of History and The Last
Man (1992), dalam tulisannya ”The Future of History: Can Liberal
Democracu Survive the Decline of the Middle Class?” di jurnal Foreign
Affairs (Januari/Februari 2012) menyebutkan, yang terjadi adalah
kompetisi yang berlangsung lebih dari satu abad.

Persaingan dimulai antara kepemimpinan gerakan demokrasi melalui
komunisme yang mau melepaskan diri dari demokrasi prosedural (pemilu
multipartai) untuk digantikan dengan demokrasi substantif (redistribusi
ekonomi) berhadapan dengan kelompok demokrat liberal yang percaya untuk
memperluas partisipasi politik dengan tetap mempertahankan penegakan
hukum melindungi hak individu, termasuk hak kepemilikan.

Mencegah kontaminasi

Persoalan yang kita hadapi sekarang kaum buruh juga berkembang menjadi
sebuah kelas yang terpecah antara pekerja kerah putih dan kerah biru
yang bekerja dalam perusahaan multinasional yang sudah tidak lagi
mengenal batas-batas nasionalisme beroperasi di lebih dari 30 negara di
seluruh dunia.

Para pekerja ini pun berkembang pesat menjadi bagian dari masyarakat
dunia akibat kemajuan teknologi komunikasi informasi, memberikan peluang
dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapa saja. Partisipasi
politik dalam globalisasi sekarang ini menjadi tidak relevan, apalagi
ketika muncul ”model China” yang menjadi pilihan alternatif dalam
menghadapi gagasan demokrasi liberal.

Perdebatan ini dalam konteks krisis zona euro sebenarnya kembali
menekankan persoalan penguasaan alat produksi, termasuk modal yang
mekanisme finansialnya menjadi taruhan antara para politisi serakah
serta mereka yang khawatir program pengetatan menyebabkan kesengsaraan
dan pemulihan ekonomi tidak akan terjadi.

Pilihannya adalah menaikkan pajak kelompok borjuasi yang di Perancis
dipikirkan untuk dinaikkan sampai 75 persen bagi para jutawan. Dan para
pekerja kerah putih yang bekerja di lembaga-lembaga keuangan dunia
menjadi momok bagi siapa saja di seluruh dunia karena ulah dan tindakan
mereka mampu memaksa pemerintahan di mana saja melakukan privatisasi
usaha-usaha milik negara.

Bagi kelas buruh dan pekerja di Eropa, kebijakan pengetatan anggaran di
negara-negara anggota Uni Eropa sepertinya tidak memiliki visi tentang
kapitalisme dan globalisasi yang terus-menerus didesak oleh AS sebagai
upaya untuk mencegah terkontaminasinya kembali perekonomian mereka
akibat terpuruknya benua Eropa.

Produk bersama

Dari situasi kawasan Eropa, jelas program pengetatan keuangan Uni Eropa
(UE) tidak banyak membantu perkembangan dan pertumbuhan kelas pekerja
dan buruh di dunia.

Semangat UE untuk memimpin jalan ketiga global antara kapitalisme
laissez-faire dan sosialisme yang terkendalikan kandas. Perkembangan
globalisasi dunia pada dua dekade terakhir ternyata memang menghadirkan
beragam bentuk kapitalisme yang memiliki derajat, bahkan taruhan yang
berbeda satu sama lain yang tidak bisa diselaraskan oleh masyarakat.

Yang menarik dari berbagai perkembangan ini sebenarnya usulan yang
disampaikan oleh Wakil PM China Li Keqiang dalam artikelnya berjudul
”China Has High Hopes for European Ties” yang dimuat harian
Financial Times tanggal 1 Mei 2012. Menurut Li, yang menjadi bagian
penting dalam regenerasi Partai Komunis China (PKC), China berharap ada
keterbukaan dan kerja sama yang lebih luas di Eropa.

”Secara ekonomi, kedua kawasan memiliki keuntungan dari masing-masing
kekuatan yang ada, dan ini fitur dalam menentukan hubungan China-Uni
Eropa,” tulis Li Keqiang. Ditambahkan, ”Ketika ’dirancang di
Eropa’ dikombinasikan dengan ’dibuat di China’ dan ketika berbagai
teknologi Eropa diejawantahkan ke pasaran China hasilnya akan luar
biasa.”

Li Keqiang percaya China dan Eropa bisa mencapai keberhasilan untuk
mengembangkan model pembangunan sesuai kondisi masing-masing.

Gagasan untuk menciptakan produk bersama memang menjadi pilihan
menarik, dan perlu dicermati dan dipertimbangkan secara serius bagi
kelangsungan masa depan bersama.

Jika ini terjadi, pertanyaan berikut adalah di mana posisi kita di Asia
Tenggara dan benua Afrika yang selama ini menyediakan berbagai sumber
bahan mentah bagi pertumbuhan ekonomi mereka? René L Pattiradjawane

Published by

Indah Budiarti

Indah Budiarti, bekerja untuk Public Services International (www.world-psi.org) sebagai Organising and Communication Coordinator untuk kantor Asia dan Pasifik. Dia memegang pekerjaan ini sejak bulan April 2007 sampai sekarang. Dia juga bertanggung jawab untuk kegiatan dan aktifitas pekerja muda bagi anggota organisasi ini di wilayah Asia dan Pasifik. Sebelumnya dia adalah PSI Coordinator for Indonesia mulai bulan September 1999 sampai dengan Maret 2007. Dan beliau juga merangkap sebagai Project Coordinator untuk PSI/SASK/JHL Trade Union Development Project for Indonesia 2005-2007. Dia adalah alumni Program Master Kebijakan Buruh dan Globalisasi di Global Labour University Jerman (2009/2010). Isi tulisan dari blog ini adalah tanggungjawab dia dan bukan merupakan pernyataan atau nilai dari organisasi dimana dia bekerja.

Leave a comment